Baca selengkapnya
"Jadilah pejuang literasi, mari menulis untuk negeri."
Pernah membaca kata tersebut di beranda facebook. Ya, facebook menjadi salah satu jalan bagi para penulis untuk menyalurkan bakatnya, banyak lahir penulis baru dari icon berwarna biru tersebut. Bahkan, pernah lahir sebuah novel fenomenal yang akhirnya diangkat ke layar lebar berawal dari cerita bersambung yang diposting di fb. Tidak hanya facebook, aplikasi lain pun berjamuran menggait para penulis. Sebut saja, KBM app, storial, novelme, wattpad, dan lain sebagainya. Kesemuanya memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri.
Ada rasa bangga saat kegiatan menulis di Indonesia menggeliat. Pun pada kegiatan membacanya. Ini adalah hal bagus untuk meningkatkan kecerdasan bangsa Indonesia. Sebagaimana kita ketahui juga, tingkat membaca penduduk di Indonesia ini sangat rendah, dan menduduki tiga terbawah. Sekali tiga uang dengan menulis. Masih sangat jauh rangking kita dibandingkan dengan negara lainnya.
Talenta penulis baru muncul dari media sosial, dengan bermodal kuota dan hp android (karena sebagian penulis tidak memiliki laptop), tulisan-tulisan berkualitas muncul. Hal ini perlu disyukuri, meski pemeriny belum tahu geliat para penulis baru di media sosial, tapi mereka tetap semangat untuk menulis.
Para pembaca pun tumbuh, tidak hanya di kota, di perkampungan pun ada dengan memanfaatkan aplikasi ipusnas, ijack, juga aplikasi untuk membaca lainnya, atau membaca tulisan teman penulis.
Kegiatan menulis juga tak bisa terlepas dari kegiatan membaca, maka ketika memutuskan menjadi seorang penulis otomatis ia menjadi seorang pembaca juga.
Kembali membahas tentang kalimat kutipan yang ditulis di awal. Apa ada yang salah dengan kalimat kutipan tersebut? Tentu tidak, kalimat tersebut betul. Menulis merupakan bagian dari literasi. Pastinya hal ini sudah lumrah diketahui banyak orang.
Tentu kita sudah tak asing lagi dengan istilah literasi. Istilah literasi sering dipakai oleh para penulis dan pembaca. Kegiatan menulis dan membaca dianggap sebagai tingkat paripurna dari literasi. Padahal jika merujuk pada definisi literasi yang dikeluarkan oleh kementrian pendidikan dan kebudayaan, juga definisi dari UNESCO, membaca dan menulis adalah hanya sebagian kecil saja.
UNESCO mendefinisikan literasi sebagai seperangkat keterampilan yang nyata, khususnya keterampilan kognitif dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks di mana keterampilan yang dimaksud diperoleh, dari siapa keterampilan tersebut diperoleh dan bagaimana cara memperolehnya.
Oleh karenanya, perlu adanya sosialisasi dan pencerahan bagi para insan penulis dan pembaca, bahwa sanya, kegiatan membaca dan menulis adalah satu dari enam literasi dasar yang perlu dimiliki oleh setiap orang.
Adanya pelurusan paradigma ini akan berdampak pada kesadaran berliterasi di lima literasi dasar lainnya. Seperti halnya belajar matematika, belum umum jika belajar hitungan termasuk pada pelaksanaan literasi. Padahal, angka dan simbol yang berkaitam dengan matematika dasar ini termasuk pada literasi numerasi yang bisa berguna untuk memecahkan masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Pun dalan kecakapan pengelolaan keuangan, sering kita menganggap sepele ibu-ibu yang pusing mengatur uang belanja. Tahukah? Sebenarnya pengelolaan keuangan ini termasuk literasi finansial. Ibu-ibu yang melakukan pengelolaan keuangan pada dasarnya ia telah melakukan gerakan literasi.
Jadi, yang perlu digaris bawahi adalah literasi tak sebatas hanya pada kegiatan membaca dan menulis. Ada banyak jenis literasi lain yang sebenarnya telah dilakukan oleh setiap orang yang belum disadari bahwa hal tersebut merupakan bagian dari literasi.
TSM, 26 Agustus 2020
0 Reviews