Baca selengkapnya
Tema: Kemerdekaan dalam bernegara
Judul: Baju Loreng
Andi membuka lemari pakaiannya. Lipatan-lipatan baju yang tersusun rapi jadi berantakan karena tangannya yang sigap mencari pakaian. Tak lama, ia beralih ke pintu lemari sebelah. Di sana bajunya digantung. Nihil, Andi tidak menemukan yang dicari.
Bu Darma yang dari tadi memperhatikan Andi dari pintu kamar, terheran-heran. Apa sebenarnya yang dicari anak sulungnya itu.
Kamar kecil dengan gambar doraemon di dindingnya, terpasang juga poster-poster matematika seperti perkalian, penjumlahan. Alas tidur single bad dengan motif doraemon, terletak dekat meja belajar.
"Kak, Kakak sedang cari apa?" tegur Bu Darma. Kakinya melangkah ke dalam kamar, lemari pakaian Andi dibuka kembali. Merapikan setiap lipatan baju Andi.
"Kakak mencari baju tentara itu, Bunda. Besok, Kakak tampil jadi tentara di acara karnaval sekolah." Pandangan Andi teralihkan pada tumpukan pakaian kotor di sudut kamar.
"Baju tentara yang mana, Kak?" Bu Darma mengerutkan kening. Seingatnya, Andi tidak punya baju tentara kecuali bekas ia disunat tiga tahun lalu.
"Baju tentara itu, Bun." Andi menunjuk foto di meja belajar. Dalam foto terlihat jelas saat Andi masih memakai sarung dengan baju tentara. Tak lupa peci hitam bertengger di kepala. Di sampingnya terdapat kue besar dengan hiasan mobil kesukaannya serta terdapat boneka patung, khas anak laki-laki disunat.
Bu Darma menggelengkan kepala. Tentu dicari pun pasti tak kan ketemu. Baju tentara itu sudah disumbangkan pada warga yang terkena banjir setahun silam. Lagi pula, ukuran tubuh Andi sekarang sudah semakin besar, tentu baju tersebut pun tidak akan muat di badannya.
"Kak, bajunya gak akan muat lagi. Kakak pakai baju lain saja, ya." Bu Darma mengelus rambut anaknya. Mencoba mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi anaknya.
Namun ternyata, Andi tetap dengan pendiriannya. Ia tidak ingin memakai baju lain untuk acara karnaval besok. Dia juga sudah berjanji pada guru dan teman-temannya akan memakai seragam tentara.
"Tidak, Bun. Kakak mau baju itu. Cita-cita Kakak kan ingin jadi tentara. Melindungi negara kita dari serangan musuh." Tangan Andi dilipat di dada. Bibirnya sedikit manyun. Dalam benaknya, sudah terbayang jika dirinya sudah dewasa nanti.
Mata Andi yang mulai memerah, kini meleleh dengan air mata. Tangannya menutup muka. Sesekali terdengar isak tangis dari mulut kecil Andi. Bu Darma memeluk anaknya, berharap ia tenang kembali dan berhenti menangis.
"Dengar, Kak. Kakak tahu perjuangan tentara kita untuk kemerdekaan Indonesia? Banyak yang terluka, berdarah, bahkan gugur di medan perang. Bunda sangat bangga pada tentara." Bu Darma menghela napas sejenak. "Jadi, baiklah. Sore ini kita pergi ke pasar, ya. Kita cari baju tentara buat anak Bunda. Sekalian beli pistol mainan," lanjut Bu Darma, ia tidak ingin mematahkan cita-cita anaknya.
"Benar, Bunda?" tanya Andi melepaskan pelukan ibunya. Bu Darma menganggukkan kepala. "Horeee, besok Andi jadi tentara!" seru Andi girang, meloncat-loncat lalu memeluk ibunya. Tak berselang lama, dilepaskannya pelukan itu. Berdiri tegap di depan Bu Darma lalu mengangkat tangannya. "Siap laksanakan tugas, Komandan," ucapnya lagi.
Tangisan itu pun hilang dari wajah Andi, berganti senyuman dan rona bahagia. Seperti pelangi yang datang setelah hujan, berwarna-warni di atas sana, melengkung indah di langit penuh harapan.
End
TSM, 11 Oktober 2019
0 Reviews